![]() |
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam DEMA-U UINSU menyampaikan surat pengaduan kepada Rumah Aspirasi Romo Center di Medan. (Foto: Dok. DEMA-U) |
MedanEkspress | Medan - Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (DEMA-U UINSU) menyampaikan aspirasi ke Rumah Aspirasi Romo Center di Jalan Bunga Baldu II No. 25, Kelurahan Asam Kumbang, Kecamatan Medan Selayang, kemarin.
Dalam surat pengaduannya itu, para mahasiswa yang diterima langsung Sekretaris Rumah Aspirasi Romo Center, Muhammad Khalil Prasetyo, menyoroti dugaan ketimpangan manajerial dan pengadaan WiFi senilai Rp2,7 miliar yang dinilai jauh dari standar kualitas perguruan tinggi negeri berakreditasi unggul.
Sekretaris Umum DEMA-U, Ade Tegar Sianipar menerangkan, saat ini UINSU tengah mengalami penurunan kualitas manajemen dan transparansi pengelolaan anggaran, terutama pada aspek fasilitas dan kebijakan kampus yang berdampak langsung kepada mahasiswa.
Penetapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa baru tahun 2025 yang mengalami perubahan komposisi, dinilai tidak proporsional dan memberatkan ekonomi keluarga mahasiswa. Di sisi lain, meskipun kampus telah berstatus akreditasi unggul, jumlah penerimaan mahasiswa baru justeru menurun hingga 600 orang setelah dua gelombang penerimaan mandiri.
Tak berhenti sampai di situ, mahasiswa juga menyoroti fasilitas kampus yang belum optimal. Mulai dari sarana pengembangan minat bakat hingga ruang kelas yang masih banyak mengalami kendala. Seperti fasilitas air conditioner (AC) yang tidak berfungsi saat proses belajar mengajar berlangsung.
Semua persoalan ini semakin diperparah oleh fasilitas WiFi UINSU senilai Rp2,7 miliar dengan kapasitas 4000 Mbps untuk satu tahun. "Hasil survei DEMA-U bersama mahasiswa dan dosen, kualitas jaringan internet yang diterima jauh dari kata layak dan sebaliknya justeru menghambat aktivitas perkuliahan berbasis digital," tegas Ade Tegar Sianipar.
Alhasil, sejumlah mahasiswa bersama beberapa Kementerian DEMA-U, mencurigai adanya indikasi penyimpangan dalam proyek pengadaan WiFi tersebut. Dugaan ini diperkuat oleh hasil diskusi mahasiswa dengan beberapa tenaga teknis jaringan, bahwa anggaran sebesar itu terlalu tinggi untuk spesifikasi yang diterima saat ini. "Kami mendesak dilakukannya evaluasi segera dan pemeriksaan terhadap pimpinan di UINSU," ungkap Ade Tegar Sianipar.
Menurutnya, langkah ini bukan bentuk konfrontasi, melainkan upaya moral mahasiswa dalam menjaga marwah kampus agar tetap profesional, bersih, dan berpihak kepada kepentingan akademik mahasiswa. “Kami hanya ingin kampus ini menjadi lebih baik, lebih transparan, dan tidak ada lagi praktik pengelolaan anggaran yang menimbulkan kecurigaan publik, dan jika memang ada tindakan pidana untuk segera dilakukan langkah hukum,” ucap Ade Tegar Sianipar.
Menanggapi aspirasi ini, Muhammad Khalil Prasetyo menyampaikan komitmen dan dukungannya. Ia juga menegaskan bahwa tuntutan para mahasiswa ini sebagai jembatan dengan pemerintah pusat untuk dikaji secara konstruktif.
"Kami mengapresiasi langkah DEMA-U UINSU yang datang dengan data dan kajian yang jelas. Aspirasi ini akan kami teruskan kepada pihak Kementerian Agama RI untuk ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku, sehingga diharapkan akan dikupas tuntas dan diambil langkah hukum," kata Khalil.
Mahasiswa menegaskan bahwa jika tidak ada tindak lanjut yang jelas, mereka siap melakukan langkah-langkah lanjutan melalui mekanisme konstitusional dan advokasi publik.
Sumber: Redaksi MEC